Cara Memusnahkan Mushaf Al-Qur’an Yang Rosak
Menurut Prof. DR. H. Ahmad Zahro, M.A.
Cara Memusnahkan Mushaf Al-Qur’an Yang Rusak
Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang diterima oleh
Rosulullah SAW dari Allah SWT melalui malaikat Jibril AS dan sampai kepada umat
islam secara mutawatir (aklamatif). Semula kalam Allah SWT dalam al-Qur’an
berupa bahasa arab lisan kemudian Rasulullah SAW menyuruh beberapa sahabat
untuk menuliskannya dimedia tulis yang ada pada waktu itu, seperti pelepah
kurma, batu, kulit atau tulang binatang dan lain-lain, namun tidak tertata rapi
melainkan berpencar di masing-masing sahabat yang menulisnya.
Tetapi Rasulullah
SAW sendiri dan banyak sahabat yang hafal seluruh al-Qur’an. Pada zaman Abu
Bakar RA tulisan-tulisan al-Qur’an yang masih berserakan itu dikumpulkan
menjadi onggokan-onggokan yang berisi
al-Qur’an secara lengkap. Kemudian pada zaman Usman RA tulisan al-Qur’an
di onggokan tersebut dipindahkan total dengan menulis ulang dilembaran kertas
dari cina, menjadi lembaran-lembaran (mush-chaf) al-Qur’an dan terkenal dengan
mush-chaf al-Imam (mush-chaf induk). Semua tulisan al-Qur’an selain mush-chaf
al-Imam dimusnahkan, bahkan diawal pemerintahan Daulah Bani Umaiyyah (pada
zaman Marwan bin Hakam) onggokan al-Qur’an zaman Abu Bakar juga dimusnahkan
dengan cara membakarnya, dengan alasan agar tidak lagi terjadi macam-macam model penulisan dan pembacaan
yang menimbulkan khilafiyah yang tajam.
Dari mush-chaf al-Imam itulah kemudian dinukilkan secara
cermat dan persis ke dalam milyaran mush-chaf al_qur’an yang tersebar diseluruh
dunia Islam (yang kemudian popular dengan mushchaf Usmaniy dikalangan Sunniy,
dan mushchaf Aliy di kalangan Syi’iy). Perlu ditegaskan disini, bahwa yang
disebut al-Qur’an adalah isinya, sedang lembar-lembar kertasnya disebut
mushchaf. Jumhur Fuqaha’ (mayoritas ulama ahli fiqih) sepakat bahwa orang yang
berhadas kecil apalagi berhadas besar hukumnya haram menyentuh mushchaf al-Qur’an.
Hal ini didasarkan pada makna firman Allah SWT: “Sungguh al-Qur’an ini adalah bacaan
yang mulia. Pada kitab yang terpelihara. Tidak boleh menyentuhnya kecuali
mereka suci (dari hadas kecil dan besar)” (al—Waqiah ayat 77-79).
Oleh karena mushchaf al-Qur’an ini adanya beberapa tahun
sesudah Nabi SAW (zaman beliau belum ada mushchaf) maka keseluruhan pendapat
tentang mushchaf al-Qur’an ini adalah ijtihadiy (produk pemikiran ulama) yang
kemudian menjadi kesepakatan umat islam. Ada beberapa hal yang disepakati oleh
para ulama al-Qur’an terkait dengan tata kerama dan penghormatan (bukan
pengkultusan) kepada mushchaf al-Qur’an, antara lain:
- Hanya umat islam yang boleh menyentuh dan memegang mushchaf al-Qur’an; non muslim tidak diperbolehkan
- Hanya umat islam yang suci dari hadas besar dan hadas kecil yang boleh menyentuh dan memegang mushchaf al-Qur’an, kecuali dalam keadaan darurat
- Tidak boleh membawa mushchaf al-Qur’an dengan posisi dibawah pusar
- tidak boleh menaruh mushchaf al-Qur’an ditempat rendah yan tidak terpelihara
- Tidak boleh menaruh benda apapun diatas mushchaf al-Qur’an
- Tidak boleh merusak atau membakar mushchaf alQur’an yang masih utuh
- Tidak boleh melakukan tindakan yang bernuansa menghina mushchaf al-Qur’an, seperti menginjak, meludahinya, apalagi mengencinginya.
Nah bagaimana dengan mushchaf al-Qur’an yang rusak (karena
terlalu tua usianya/tidak terawat) atau sobek-sobek. Apakah kita harus tetap
merawat mushchaf al-Qur’an yang rusak itu, membakarnya, ataukah memendamnya.
Pada zaman Usman RA pernah terjadi pembakaran lembaran-lembaran al-Qur’am selain
mushchaf al-Imam (waktu itu hanya ada enam eksemplar), begitu juga pada zaman
Marwan bin Hakam terjadi pembakaran onggokan al-Qur’an yang dikumpulkan pada
zaman Abu Bakar. Pembakaran dilatarbelakangi keinginan agar tidak terjadi
perbedaan yang tajam antara umat islam dalam hal penulisan dan pembacaan al-Qur’an.
Sehingga dari kejadian tersebut, maka jika terdapat lembar-lembar al-Qur’an
yang rusak atau sobek-sobek, cara terbaik adalah membakarnya sehingga tak
berbekas lagi; bukan memendamnya karena kalau hanya dengan memendamnya tulisan
al-Qur’an yang ada akan lama hilangnya; bukan pula menyimpannya di gudang
karena terkesan menyia-nyiakan dan lagi tulisannya masih ada tetapi tidak akan
dibaca untuk selamanya.
Tetapi pemusnakan mushchaf al-Qur’an dengan pembakaran ini
jangan dijadikan dasar pembenaran bagi apa yang dilakukan oleh orang-orang
kafir diamerika beberapa waktu yang lalu. Tindaka mereka membakar mushchaf
al-Qur’an jelas-jelas dimaksudkan sebagai tindakan balas dendam dan pelecehan
terhadap umat islam dan isi ajaran al-Qur’an yang mereka tuduh sebagai biang
dari terorisme, suatu anggapan bodoh dan sesat menyesatkan. Jangankan membakar
mushchaf al-Qur’an dengan tujuan jahat seperti itu, sedang umat islam sendiri
juga diharamkan membakarnya apabila mushchaf al-Qur’an tersebut masih utuh dan
dapat dipergunakan.
Mushchaf al-Qur’an, disamping sebagai kitab suci yang berisi
firman Allah SWT, juga merupakan salah satu simbol kehormatan umat islam,
sehingga mushchaf al-Qur’an amat dihormati sampai-sampai amat banyak umat islam
yang menjadikan mushchaf al-Qur’an sebagai “media” angkat sumpah dengan
memposisikan diatas kepala orang yang sedang disumpah. Walaupun secara tekstual
tidak ada dalil yang dapat dijadikan rujukannya, tetapi kesepakatan umat islam
cukuplah menjadi alasan. Hal ini dapat didasarkan pada kaidah ushul fiqih: “al-Aadah muchakkamah” (kebiasaan baik
umat islam itu dapat menjadi dasar pertimbangan penetapan hukum).
Wallaahu a’lam
Tiada ulasan:
Catat Ulasan